Kasus judi online Komdigi kembali menyita perhatian publik setelah sembilan eks pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Juli 2025. Mereka didakwa terlibat dalam skandal dugaan korupsi yang melibatkan perlindungan terhadap situs judi online. Dalam persidangan, jaksa menuntut pidana penjara antara tujuh hingga sembilan tahun bagi para terdakwa.
Sidang ini menjadi salah satu rangkaian proses hukum dari empat klaster besar dalam kasus ini, yang tidak hanya melibatkan mantan pejabat pemerintah, tetapi juga agen situs judi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sidang berjalan terbuka dan dipantau ketat oleh publik serta media, mengingat pentingnya kasus ini dalam membersihkan birokrasi dari pengaruh industri ilegal.
Dengan tuntutan yang cukup berat dari jaksa penuntut umum, publik berharap agar pengadilan dapat memberikan keadilan serta memberikan efek jera bagi pelaku maupun pihak lain yang terlibat dalam praktik serupa.
Daftar Lengkap Terdakwa dan Tuntutannya
Dalam perkara ini, sebanyak sembilan eks pegawai Komdigi menjadi terdakwa. Mereka adalah Deden Imadudin, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Fakhri Dzulfiqar, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Deden Imadudin menjadi terdakwa dengan tuntutan terberat. Ia dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena diduga dengan sengaja serta tanpa hak telah menyebarkan dan memberikan akses informasi elektronik yang memuat konten perjudian.
Sementara itu, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, dan Fakhri Dzulfiqar dituntut delapan tahun enam bulan penjara serta denda sebesar Rp500 juta. Sedangkan Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana masing-masing dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp250 juta.
Adapun dua nama terakhir, Yudha Rahman Setiadi dan Yoga Priyanka Sihombing, mendapatkan tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun enam bulan serta denda Rp250 juta. Seluruh tuntutan ini disampaikan langsung oleh Jaksa Pompy Polansky Alanda.
Kronologi dan Klaster dalam Kasus Komdigi
Dalam pengusutan kasus judi online Komdigi, aparat penegak hukum membaginya dalam empat klaster. Pertama adalah klaster koordinator, yang bertindak sebagai penghubung utama antara pelaku dan jaringan. Kedua adalah klaster eks pegawai Kominfo atau Komdigi, yang menyalahgunakan wewenang dan akses mereka.
Ketiga adalah klaster agen situs judi online (judol), yakni pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam operasional situs. Terakhir, keempat adalah klaster TPPU atau tindak pidana pencucian uang, yang bertugas menyamarkan aliran dana hasil kejahatan agar tampak legal.
Empat klaster ini memperlihatkan bahwa kejahatan yang terjadi bukan bersifat tunggal, melainkan terorganisir dan memiliki banyak lapisan. Oleh karena itu, proses penegakan hukum tidak hanya ditujukan pada pelaku lapangan, tetapi juga pejabat yang menyalahgunakan posisinya.
Peran Eks Pegawai Kominfo dalam Perlindungan Situs Judol
Salah satu hal yang paling disorot dalam kasus ini adalah dugaan bahwa sejumlah pegawai Kominfo atau Komdigi turut berperan aktif dalam melindungi situs-situs judol. Mereka memanfaatkan jabatannya untuk meloloskan, menunda blokir, atau bahkan membantu pengalihan link situs perjudian agar tetap bisa diakses oleh masyarakat.
Hal ini menjadi ironi besar karena institusi tempat mereka bekerja seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan konten ilegal di internet. Kepercayaan publik pun ikut tercoreng, terlebih saat terbukti bahwa tindakan ini bukan dilakukan oleh satu-dua orang, melainkan oleh sebuah jaringan internal.
Keterangan saksi dan alat bukti yang dihadirkan jaksa menunjukkan bahwa para terdakwa menerima imbalan berupa uang dan fasilitas demi memuluskan tindakan mereka. Tindak kejahatan ini melibatkan teknologi dan rekayasa sistem yang cukup kompleks.
Proses Hukum yang Sedang Berjalan dan Harapan Masyarakat
Setelah tuntutan dibacakan, proses berikutnya akan memasuki tahap pembelaan dari pihak terdakwa. Pengadilan dijadwalkan akan kembali menggelar sidang lanjutan dalam waktu dekat, sebelum akhirnya majelis hakim menjatuhkan putusan akhir.
Publik berharap bahwa putusan yang diberikan akan tegas dan mencerminkan keadilan, agar menjadi contoh bagi lembaga pemerintah lain untuk tidak bermain-main dengan kejahatan digital. Apalagi, dampak dari judi online sangat luas—dari ekonomi keluarga hingga stabilitas sosial.
Sebagian pengamat juga meminta agar penegakan hukum tidak berhenti pada eks pegawai, namun juga menelusuri jalur keuangan hingga ke luar negeri, serta mengejar pelaku di balik layar situs judi yang kerap berada di luar yurisdiksi hukum Indonesia.
Dokumentasi Sidang dan Liputan Media
Media turut hadir dalam sidang ini dan mendokumentasikan prosesnya. Salah satu dokumentasi yang ramai beredar adalah foto-foto dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memperlihatkan para terdakwa duduk di ruang sidang, lengkap dengan pengamanan dan kehadiran kuasa hukum masing-masing.
Foto-foto ini memperkuat bukti transparansi proses hukum yang tengah berjalan. Dalam salah satu gambar, terlihat Deden Imadudin mendengarkan pembacaan tuntutan dari jaksa, dengan ekspresi tenang namun tegang. Sedangkan terdakwa lain terlihat menunduk saat hakim membacakan daftar tuduhan yang menjerat mereka.
Beberapa media besar seperti Antara dan Tempo juga memberitakan secara langsung proses ini, menampilkan detil tuntutan jaksa dan respon publik terhadap kasus yang menyeret institusi sekelas Kementerian Kominfo.
Kasus judi online Komdigi menjadi bukti nyata bahwa korupsi dan kejahatan digital bisa terjadi bahkan di lembaga negara yang bertugas melindungi masyarakat dari konten ilegal. Dengan sembilan eks pegawai kini duduk di kursi terdakwa dan menghadapi tuntutan berat, proses hukum ini diharapkan menjadi awal dari reformasi serius di tubuh birokrasi digital tanah air.
Tantangan ke depan tentu tidak ringan. Selain menghukum para pelaku, pemerintah juga harus membenahi sistem pengawasan internal, memperkuat keamanan siber, dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi seperti Kominfo.